Yahoo!

Make Your Domains Yahoo! for Only US$9/yr!

Senin, 12 April 2010

Kapan Indonesia Mau Berbenah?

Melihat kata-kata di atas seperti sebuah sindiran yang mengena untuk seluruh sekolah di Indonesia. Kapan sih Indonesia mau berbenah?

Kali ini saya mengangkat masalah pendidikan di Indonesia. Ya, judul di atas sebenarnya ditujukan untuk sistem pendidikan di Indonesia. Mengapa isu tersebut saya angkat? Karena sebelumnya saya nonton Kick Andy, dan berdiskusi ria dengan alumni saya masalah pendidikan di Indonesia, yang katanya ketinggalan jauh gara-gara caranya yang bisa dibilang oldies.


Masalah Kick Andy, jadi dua episode kemarin itu membicarakan Bridge, atau kasarannya pertukaran guru antara Indonesia dan Australia. Banyak guru yang memperoleh kesempatan dari berbagai daerahnya, untuk menjadi guru di Australia. Dan semuanya (mungkin) agak ternganga melihat perbedaan cara mengajar di Australia dengan Indonesia. Gimana nggak ternganga coba, sekelas 15 orang, istirahat satu jam, nggak kenal naik kelas, terus atraktif banget. Jadi siswanya itu very responsibly discipline, dan gurunya sangat pengertian.

Gini, saya ceritakan. Gaya belajar di negara Australia itu active learning. Jadi siswanya dituntut untuk aktif, DALAM MENGAPLIKASIKANNYA. Contoh nih ya, guru SMA 20 Jakarta yang mengajarkan hal-hal yang Indonesia, sampai mengajak ke sebuah Rumah Makan Padang yang terkenal di Queensland. Dia juga pernah mengajak para siswanya untuk mengadakan drama kecil-kecilan dengan sebuah boneka tangan. Dan drama itupun menggunakan Bahasa Indonesia.

KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) di Australia sepertinya memahami betul pepatah kuno: Doing Something and Resulting is Better Than Nothing. Siswa diajak untuk mempraktekan dulu materi yang akan diberikan, baru setelah itu diterangkan. Bak sebuah botol yang diisi sedikit-demi-sedikit dan akhirnya penuh, mereka mendapatkan sedikit di hari itu, namun mereka memahami betul apa yang mereka dapatkan. Guru disana pun layaknya sahabat bagi para siswanya.

Itu tadi guru. Bagaimana siswanya? Sepertinya mereka juga sangat menghargai tinggi apa yang dinamakan ilmu. Meskipun mereka diberi kebebasan dan hal-hal yang menyenangkan tadi (a.k.a tidak membebani siswa), mereka juga tidak celelekan dengan guru (bertingkah laku tidak sopan). Hmm, mengapa bisa terjadi ya? Padahal kalau di Indonesia, banyak yang gurunya mencoba ramah dengan siswa dan berteman dengan siswa, malah dikerjai. Menurut sudut pandang saya, karena mereka benar-benar menganggap guru mereka adalah sahabat, jadi mereka menjaga perasaan guru itu juga!

Ingat, karena active learning, guru tidak hanya masuk, menerangkan, latihan soal, ulangan, dan selesai begitu saja. Mereka menggunakan Fun Learning. Jadi, bagaimana caranya agar sekolah dibuat menyenangkan, bukan menegangkan seperti yang terjadi di Indonesia sekarang. Menurut pakar pendidikan Indonesia, fun learning itu penting. Sebab, siswa bisa merasa jenuh dalam menerima pelajaran, sehingga mencari aktivitas lain yang lebih menyenangkan untuknya. Disinilah peran penting fun learning, untuk mengontrol siswanya agar tidak melakukan aktivitas yang negatif.

Dalam novel Totto Chan: Gadis Cilik di Jendela, diceritakan kisah seorang anak kecil bernama Totto Chan, yang selalu berpindah-pindah SD, karena SD sebelumnya yang menerima dia tidak tahan dengan polah anak kecil itu. Dia sering membuka-tutup laci mejanya, memanggil pengamen untuk menyanyikan sebuah lagu, tidak memperhatikan dalam kelas, dll. Terakhir, dia ditempatkan di sebuah SD yang cukup unik menurut saya. Karena kelasnya dengan gerbong kereta api. Ketika bertemu kepala sekolah, yang sekaligus menjadi guru, dan satu-satunya orang yang mengelola SD itu,bernama Sosaku Kobayashi, Totto Chan disuruh untuk bercerita apa saja yang dia ketahui. Bayangkan, empat jam dia bercerita! Dan Pak Kobayasi senyum-senyum saja mendengarnya dengan seksama! SD itu bernama SD Tomoe Gakuen.

Apa yang dapat kita ambil dari cerita ini? 1. Karena Totto Chan suka dengan banyak hal dan hiperaktif, dia punya banyak hal yang disenanginya sehingga lancar saja bercerita. Don't you get what I mean? KARENA SUKA, JADI LANCAR BERCERITANYA. 2. Pak Kobayashi memperhatikan apa yang diceritakan oleh Totto Chan. Dia juga ikut senang dengan apa yang diceritakan Totto Chan meskipun hal yang remeh. See? PAK KOBAYASHI BERUSAHA MEMBUAT TOTTO CHAN NYAMAN DENGAN CERITANYA, DAN MENDENGARKAN DENGAN PENUH PERHATIAN.

Jadi ada interaksi antara guru dengan siswa, yang dijalin dengan menyenangkan, ITULAH YANG MENJADIKAN SEKOLAH ITU MENYENANGKAN. Siswa merasa diperhatikan, sehingga merasa penting baginya untuk melakukan sesuatu hal, untuk gurunya. Guru berusaha menganggap siswanya, agar tidak bosan dan tidak merasa tidak diperhatikan siswanya. Eiits, satu poin lagi. TOTTO CHAN SENANG DENGAN APA YANG DIA LAKUKAN. Mari kita analisis, mengapa banyak siswa yang merasa bosan dengan sekolah (di Indonesia)? Kemungkinan 1. BOSAN KARENA SELAMA 12 TAHUN DIAJARI OLEH GURU DENGAN CARA YANG SAMA. Kemungkinan 2. MEMPEROLEH APA YANG TIDAK SESUAI DENGAN BAKATNYA, MALAH KADANG BAKATNYA TIDAK DIPERHATIKAN. Sehingga muncullah: tawuran, nilai jeblok, mbolos, seks bebas, MBA........

Kenapa? Kenapa sudah 64 tahun negara ini berdiri, masih saja jalan di tempat? Tidak percaya? Tiga per empat lebih cara mengajar di Indonesia di millenium sekarang, sama dengan millenium sebelumnya. Masih tidak percaya? Hitung sendiri.

KAPANKAH INDONESIA MAU BERBENAH?

2 komentar:

zhephyr mengatakan...

like this!
ketika seseorang suka terhadap sesuatu. maka dia akan merasa nyaman ketika mengerjakannya. belajar sekalipun.
pendidikan juga seharusnya (menurut saya) mampu memberikan jawaban 'mengapa saya sekolah?' bagi siswa. bukan jawaban normatif, tapi sebuah jawaban yang mendasar.

Aryo mengatakan...

@zhephyr: yak betul. Memang masih ada yang keliru caranya. Di sekolah seakan-akan hanya "mengajar" bukan "mendidik". Lihat saja, berapa orang yang nilainya 100% bagus tapi habis S1 jadi tukang ojek. (haha kayak iklan)