Yahoo!

Make Your Domains Yahoo! for Only US$9/yr!

Kamis, 03 Maret 2011

Ayam Kampung vs Ayam Broiler


Yeay, saya kembali menulis blog! Setelah sekian lama banyak berseliweran tugas dan, ehem, ujian-ujian a-la Kelas Dua Belas IPS (sampai dua bulan ke depan. ngah ngah ngah..), akhirnya saya bisa menyempatkan sedikit waktu luang untuk berbagi ide dan cerita.

Setelah paragraf ini, sebenarnya saya telah menuliskan banyak hal. Tetapi saya kurang mampu menyimpulkannya, karena beratnya otak kanan saya yang dipenuhi imajinasi. Saya hanya menggelontorkannya begitu saja tanpa menjadikan paragraf demi paragraf berkoherensi.

Saya ingin membicarakan hikmah dari ayam kampung dan ayam broiler. Kedua ayam ini secara akal dangkal pasti sama: ayam. Tetapi, dalam hemat saya kedua ayam ini bisa mencerminkan sifat seseorang yang umum kita temukan dalam masyarakat, dan yang langka lagi mahal di dalam masyarakat umum. Apa sih bedanya?

Kalau kita perhatikan garis besar kehidupan sehari-hari ayam terdiri dari tiga hal: makan, istirahat, dan reproduksi alias ngendhog. Ayam, entah itu broiler atau kampung, makan untuk memenuhi rasa lapar. Kemudian beristirahat, entah itu tidur atau bermain-main atau jalan-jalan. Dan kemudian muncul hasrat untuk memperbanyak diri lewat aktivitas reproduksi.

Kemudian kita berbicara kualitas. Jika dimulai dari kegiatan isi perut, kualitas makanan tampak lebih baik broiler. Sebab dedak yang diberikan sudah pasti mengandung vitamin, mineral, dan zat tambahan lain agar si ayam gemuk dan sehat. Masa istirahat pun terlihat santai, dengan tetap duduk menunggu makanan berikutnya datang. Masalah reproduksi tak usah khawatir menunggu jantan, tinggal suntikkan konsentrat/antibiotik ke dalam bagian tertentu pada ayam (saya kurang tahu apa itu konsentrat dan bagian mana yang disuntikkan :P), bertelur deh.

Eit, tunggu dulu! Pernah dengar daging ayam yang tidak sehat? Yep, itu lah ayam broiler! Mereka memang cepat gemuk, cepat berisi, dan cepat untuk diternak, dan lagi cepat terjual, dan lagi-lagi: murah. Ayam broiler mulai membesar baru sekitar umur 4 bulanan. Kok bisa gedhe? Mereka obesitas (duh, jleb), dan sudah pasti obesitas itu tidak baik. Dan lagi, daging ayam broiler mengandung banyak residu kimia tertentu dalam jumlah cukup besar, yang berbahaya bagi tubuh bila dikonsumsi dalam jangka panjang (lihat di sini). Kesimpulan: Ayam Broiler tidak baik jika dikonsumsi sebagai makanan sehari-hari karena kita mengasup banyak residu kimia, dan telurnya mengandung lembaga/konsentrat pembiak penetasan yang tidak baik bagi tubuh manusia bila dikonsumsi berlebih.

Coba praktikkan: Pecahkan sebuah telur, kemudian keluarkan isinya pada sebuah piring, di dalam kuning telur (jika dipecah) tersebut terlihat titik-titik merah (saya kemarin liatnya warna merah). Itulah lembaga/konsentrat. Dan zat itu yang membuat telur tidak baik bila dikonsumsi secara terus-menerus.

Bagaimana? Terlihat 180 derajat berbeda ya?

Nah, kita beralih ke ayam kampung. Sepertinya tidak ada perdebatan bahwa daging ayam kampung tanpa lemak, dan telurnya adalah makanan yang paling sehat dari produk ayam. Memang mahal, tetapi itulah harga sebuah kualitas ayam. Yang dilihat bukanlah besar atau kecilnya volume daging ayam tersebut, melainkan kandungan nutrisi di dalamnya.

Sebuah penelitian menjelaskan bahwa asupan protein tinggi didapat dari ayam. Jika ayam broiler banyak mengandung residu kimia tertentu dalam jumlah banyak, berarti kurang baik bila dikonsumi untuk jangka panjang, ya kan?

Sudah, cukuplah saya membahas per-ayam-an ini. Hal yang lebih penting adalah, apa hikmah di balik semua itu?

Mari kita analogikan ayam broiler dengan karyawan swasta atau PNS (Pegawai Negeri Sipil), kemudian ayam kampung dengan Entrepreneur.

Karyawan Swasta ataupun PNS di beri segala fasilitas untuk memudahkan kinerja mereka sebagai abdi perusahaan maupun negara. Mulai dari gaji tetap, uang pensiun atau pesangon, kemudahan di bank, kemudahan akses untuk tempat tertentu, dan kemudahan-kemudahan lain bisa didapatkan. Nah, dengan segala kemudahan tersebut: mana fakta yang bisa memperlihatkan kinerja karyawan / pegawai itu bagus? Kalaupun ada, bandingkan dengan jumlah kinerja yang buruk!

Berkali-kali berita dimunculkan tentang abdi negara di televisi swasta atau koran nasional: membolos, birokrasi dipersulit, administrasi tak kunjung lancar, dan hal negatif lainnya. Walaupun ada karyawan atau PNS "bersih", tetap saja fakta itu tinggal cerita jika dibandingkan bobroknya kinerja karyawan / PNS. Sudah menjadi rahasia umum: banyak karyawan / PNS yang selalu mengambil keuntungan dalam bentuk apapun, untuk dirinya sendiri minimal, tidak melewati prosedur yang ada. Bahkan kinerjanya buruk, lamban, tidak cekatan, dan hanya mengejar gaji dan tunjangan (bonus?).

Saya beri contoh, sedikit saja. Pernah di sebuah instansi, sebuah surat masuk melalui bagian tata usaha. Surat tersebut berisi tentang informasi acara yang akan diselenggarakan beberapa bulan setelah surat dilayangkan. Apa yang terjadi? Surat baru disampaikan ke pihak dalam tujuh hari sebelum acara dimulai.

Kemudian korupsi. Huh, ini sudah menjadi rahasia umum. Saya belum pernah melihat prosesnya secara langsung, jadi saya tak akan berkoar tentang ini.

Nah, kita ke ayam kampung yuk, atau kata lainnya Entrepreneur!

Entrepreneur memiliki lahan yang sangat luas untuk memanen rezekinya (bandingkan dengan yang hanya mengandalkan penghasilan bulanan + tunjangan PNS atau karyawan swasta). Dengan ilmu yang telah ditimbanya, bisa saja dia membuat berbagai macam bisnis. Apabila usaha telah sukses, lahan tersebut bagaikan lahan pertanian atau perkebunan saja: tinggal menunggu hasilnya! Tetapi itu semua tidak didapat dengan mudah! Mereka telah menempuh berbagai macam cobaan: utang, dikejar rentenir, bangkrut beberapa kali, pendapatan selalu impas, dan lainnya. Tapi itu semua bukanlah halangan, melainkan tantangan! Itulah yang membuat karakter entrepreneur sangat terlihat sebagai orang yang gigih, selalu berinovasi, kreatif, dan berani mengambil resiko untuk ditanggungnya. Sama dengan ayam kampung kan? "Di sini cacingnya udah habis, cari tempat lain!", "Oh, dedaknya habis ya majikan? Ya udah tak cari ulat di tanah sebelah aja ya! Gak usah repot-repot lah, saya bisa cari sendiri."

Apa artinya? Wirausahawan tidak bergantung pada "makanan bulanan"/gaji yang jumlahnya tetap sebagai sumber penghidupan. Tujuan utama bukanlah pengejaran keuntungan, atau mendapatkan penghasilan. Sering kali kita jumpai, pada awal usaha didirikan seorang wirausaha tidak mempedulikan keuntungan yang dia dapat. Mungkin impas atau rugi adalah harga yang biasa didapat. Sebab, yang menjadi pokok utama adalah bagaimana mereka mengenalkan produk usaha yang telah dibuat. Berbeda dengan karyawan, bekerja sekuat tenaga demi mendapatkan gaji (kebanyakan) dan promosi pangkat. Ketika sudah mencapai hal yang diinginkannya (gaji dan pangkat), tentu dia akan bekerja lebih keras lagi agar naik pangkat lagi. Jumlah gaji yang didapat tentu sejalan dengan pangkat karyawan. Dan, apa yang dilakukan terhadap gajinya itu tidaklah produktif. Semisal hanya untuk makan, bayar pajak, belanja bulanan, menabung (dibanding investasi, jelas menabung adalah hal yang tidak produktif), dan hal lain, yang uang tersebut habis begitu saja tanpa ada niat untuk menggandakannya.

Namun, pada akhirnya semua itu adalah pilihan hidup masing-masing. Kalau ingin menjadi PNS, ya jadilah PNS yang baik. Sebab masih banyak PNS yang tidak berkualitas/sekedar mengejar gaji dan tunjangan. Bagi yang berwirausaha, ya jadilah seorang pedagang yang jujur. Sebab, masih banyak pedagang yang tidak jujur semata-mata karena mengejar keuntungan belaka. Nah, artinya, kedua jalan hidup ini tidaklah berorientasi pada pendapatan, sebab pendapatan itu adalah bonus. Ya, bonus atas upaya kita dalam bidang masing-masing.

Saya tetap menyarankan sebagian pembaca untuk mulai berwirausaha. Sebab itulah yang dibutuhkan Indonesia saat ini. Menurut saya, Indonesia belum berhasil memeratakan pendapatan penduduknya. Dengan adanya wirausaha atau entrepreneur ini, tenaga pengangguran menjadi terserap. Lagi pula, hal tersebut bisa mengurangi tanggungan negara karena pengangguran sarjana yang terus meningkat.

Postingan berikutnya akan dibahas tips dan saran dari saya, bocah SMA yang mungkin anda anggap sok tahu (bentar lagi lulus, minta do'a dan restunya ya!), tentang mengapa kebebasan finansial urgen untuk dimiliki seseorang, sehingga saya gencar menyarankan pembaca untuk berwirausaha. Tunggu saja, ok?!

(Saya punya sedikit hal untuk dipertimbangkan: Menjadi karyawan adalah mempersembahkan potensi terbaik diri untuk menerima timbal balik. Menjadi wirausaha adalah mempersembahkan potensi terbaik diri untuk memberikan timbal balik atas upaya karyawannya menggerakkan usaha miliknya. Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah, iya kan?)

(posting di Perumahan Gunung Sempu, Jogjakarta, Indonesia)

Tidak ada komentar: