Yahoo!

Make Your Domains Yahoo! for Only US$9/yr!

Sabtu, 30 Oktober 2010

Entrepreneurship? Udah Jamannya!

Warning! Bagi yang mau baca ini artikel! Membaca artikel ini bisa terkena virus entrepreneur yang bisa tersebar cepat bagai komet halley, bisa gila memikirkan bisnis, bisa malas bekerja ke perusahaan atau ndaftar ke instansi lain sebagai karyawan, bisa bikin sejahtera, dan bisa terjadi hal-hal yang di luar tanggung jawab artikel ini! Keputusan ada di tangan pembaca untuk percaya atau tidak! Bagi yang penasaran lanjutin aja bacanya, bagi yang udah tahu, kasih tahu yang lain dong. Hehe..
Siapa yang besok habis lulus kuliah mikirnya langsung ke iklan baris koran? Ngapain? Cari lowongan kerja! Atau, langsung daftar PNS! Atau ke perusahaan ternama lainnya? (Saya! Saya! Saya!) Wah banyak ya? Emang kenapa sih? (Ya kan biar ilmu kita dipake di masyarakat, besok masa kerja habis masih dapet uang pensiun lagi! Enak kan? Oh, ya gajinya gede juga lhoh! Rp 2.500.000 sebulan, bayangin!) Emang enak. Gaji gedhe, dapet pensiun, keluarga bahagia sejahtera, bisa nabung dikit-dikit buat anak kuliah besok. Udah biasa, gak ada tantangannya. Sekarang, gimana kalo keadaannya nggak keterima kerja? nDaftar PNS, kalah saingan. Lowongan kerja di koran banyak yang gajinya kecil, nggak cocok pula ama keahlian kita. “Nunggu setahun dulu ah, siapa tahu ada yang cocok”. Setahun udah berlalu, menu sehari-hari masih nganggur. Orang tua mulai cemas anaknya gak dapet kerja. “Ini dèk, temen ibu ada yang cari tenaga buat jaga warung. Lumayanlah, Rp 400.000 sebulan buat kamu.” Akhirnya mau gak mau, takut gak ada kerjaan lagi, takut dikecam tetangga (lhoh, lebay ah), diapun mengambil kerjaan itu.
Bayangkan, lulusan S1 yang berkualitaspun belum tentu akan diterima sebagai pekerja/karyawan. Kenapa? Persaingan yang membludak! Lhoh, ini realita. Coba deh, temen-temen mulai amatin berita-berita di banyak media. Berapa perbandingan jumlah pendaftar (misalnya) menjadi CPNS, dengan kapasitas yang sebenarnya diperlukan? Katakanlah yang daftar sepuluh, tapi cuma butuh dua. Ketat? Iya ketat! Banget! Nah, setelah sedikit mendengar hal seperti itu, coba deh mulai cari informasi tentang tingkat pengangguran yang terus naik. Kemana mereka? Apa yang mereka lakukan? “Gak tahu mas. Saya gak tahu deh mau kemana lagi. Sekarang nganggur aja. Mas, kalo ada job, saya kasih tahu ya! Ya, itung-itung bantu orang tua, mas.” Jdieengg!!! Gimana sih??? Berarti cuma nggantungin ama lowongan kerja aja dong? Pantes pengangguran tambah banyak. Udah gitu, yang gak keterima kerja, malah putus asa dan hanya menunggu di rumah.
Semakin kita dewasa, tanggung jawab akan kehidupan kita sendiri juga meningkat lho. Masa’ terus menggantung diri sama orang tua? Tapi, cari kerja susah. Pesaing banyak kaléé! Trus solusinya apa sih? Menunggu dan berdo’a lalu berserah diri, gitu? Habis itu? “Ya udah, nunggu aja. Moga dapet ‘duren runtuh’!” Beeuh, belum tahu dia. Kerja itu bukan cari duitnya bro, duit itu bonus! Nanti dijelasin deh maksudnya! Jadi solusinya adalah... tettereretterereteteteteeeeettt...... WIRAUSAHA!
Hah, iih! Ngapain wirausaha? Nggak level ama gua! Wirausaha kan cuma buat orang yang nggak dapet gelar sarjana, ato buat orang yang baru aja di-PHK! Susah juga! Ngapain mikirin usaha? Kerja aja di perusahaan! Gaji udah pasti dapet!“ hii, somboong. Mentang-mentang udah punya embel-embel gelar S1, trus bangga gitu? Apa sih yang dibanggain? Udah biasa dapet S1! Iya, udah biasa! Percaya nggak, berapa banyak orang yang udah bergelar S1? Dan berapa banyak mereka yang nganggur? Nggak produktif kan? Malah nambah tanggungan buat negara! Berat-beratin aja! Coba, kalo kita bener-bener bangga dengan gelar S1 dan memamdang rendah wirausahawan, trus udah kerja and dapet gaji, ngajak temen-temen makan di Piramizza misalnya (Franchise Pizza yang dibuat dengan cone es krim). Kita bilang, “Kreatif bener nih! Pizza pake cone es krim! Enak loh!”. Padahal, pencetus pizza cone es krim itu adalah seorang wirausahawan yang kita ejek-ejek tadi. Kita ngabisin uang buat makan, wirausahawan ngabisin uang buat menarik hati kita agar membeli dagangannya, dan mendapat keuntungan walau sedikit. Enak mana? Makan doang, atau sambil dagang? Hehehe...

Mengapa Wirausaha Adalah Solusi
Menurut banyak pakar ekonomi internasonal dan pemimpin perusahaan internasional, negara yang bagus adalah negara yang memiliki jumlah entrepreneur atau wirausahawan cukup tinggi. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Syarief Hasan dalam berbagai kesempatan lewat media mempunyai fakta, bahwa Indonesia memiliki jumlah entrepreneur cukup rendah dibandingkan negara maju lainnya. Dari 231,83 juta manusia di Indonesia, hanya 4,6 juta atau sekitar 2% dari total populasi manusia di Indonesia. Padahal, Singapura memiliki 7%, China dan Jepang mencapai 10%. Tertinggi dicapai oleh Amerika Serikat dengan 11,5% - 12%. Padahal, semakin banyak wirausahawan, sebuah negara bisa bertahan dari ancaman krisis global (IdeBisnis edisi 05 / Oktober 2010). Terbukti, meskipun Indonesia hanya berjumlah 4,6 juta entrepreneur, banyak kalangan bisnis (Bahkan Pak Jusuf Kalla, Wakil Presiden Indonesia periode 2004-2009) mengakui, bertahannya Indonesia dari krisis global dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 1% sementara yang lain minus, berkat masih bergeliatnya industri-industri kecil yang tersebar di berbagai daerah, di mana industri itu banyak dipegang oleh wirausahawan.
Ya, wirausaha adalah solusi untuk perekonomian masa kini, dan seterusnya! Kenapa sih jadi solusi? Nih ada permisalan: Adi adalah seorang sarjana akuntan, baru lulus tahun ini. Karena tidak masuk ke universitas yang memfasilitasi penempatan akuntan, dia bingung mau kerja di mana. Sementara temannya, Chandra, sejak semester dua sudah mempunyai usaha banyak usaha tapi banyak juga yang gagal. Pantang menyerah, dia fokus untuk mengembangkan usaha lain. Sampai-sampai di drop-out dari bangku kuliah karena keteteran. Kemudian dia mencoba membuka les-lesan pelajaran buat adik-adik sekolah. Bersama temannya, Chandra jatuh bangun mempertahankan itu. Saat itu dia berumur 18 tahun, saat di mana sebuah tempat BimBel miliknya dinamakan Primagama. Itulah Purdi E. Chandra, pemilik BimBel Primagama yang sudah mempunyai lebih dari 500 cabang di seluruh Indonesia. Buah manisnya diperoleh ketika dia berumur 20 tahun, dengan menerima penghargaan sebagai entrepreneur termuda yang berhasil membuat usahanya sendiri. Kemudian Adi? Dia malah menjadi akuntan di tempat les itu. Hehe, drop-out jadi pimpinan, lulus jadi akuntannya. Lucu? Iya. Soalnya wirausahawan membuka lapangan pekerjaan.

Sikap-Sikap Wirausahawan
Yup! Membuka lapangan pekerjaan! Kadang kita tidak sadar tentang hal yang satu ini. Fakta cukup mengejutkan dari Badan Pusat Statistik Yogyakarta, diperoleh angka pengangguran yang cukup tinggi. Dari data yang paling lengkap untuk semua wilayah di Provinsi D.I.Y. pada bulan Agustus 2009, sebanyak 6,00% atau 121.000 jiwa dari penduduk provinsi sejumlah 2.070.000 angkatan kerja menganggur. Kelihatannya kecil, tapi sebanyak 42.600 jiwa penganggur berada di Kabupaten Sleman secara absolut. Jumlah ini cukup besar dibandingkan kabupaten lain yang berkisar antara 9.600 di Kulon Progo sampai 31.318 jiwa di Kota Yogyakarta. Kebanyakan kesempatan kerja yang mereka dapatkan, tidak diimbangi dengan kualitas pendidikan yang diperoleh pencari kerja menurut BPS Provinsi D.I.Y. Dan pada akhirnya diikuti dengan pemutusan hubungan kerja, atau bahkan tidak diterima sama sekali. Kualifikasi kadang tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan perusahaan.
Nah, buat yang masih merasa “terbagus” sebagai pekerja kantoran, pikir lagi deh. Anda merebut kursi persaingan yang ketat, kemudian setelah menang anda merasa yang terhebat bisa mengalahkan pesaing lain. Gaji yang didapat cukup besar, dan mulai habis untuk membayar pajak ini, itu, beli motor, beli HP bagus ber-merk pula, makan, dan lain-lain. Dan di hari-hari terakhir, sering ada sindiran “Tanggal Tua”. Muka mrengut, sensi gitu deh, mau keluarin uang mikir-mikir, dll. Sementara wirausahawan, pada awalnya memang susah, tapi buah kesabaran dan ketangguhan bisa bertahan lama hingga kita sendiri yang memutuskan berhenti atau tidak. Kepribadian pun jadi semakin terpahat: sabar, tabah, berusaha jujur, mengayomi pelanggan dan karyawannya, dan keberanian untuk maju serta mencoba. Untuk keberanian, yang satu ini sangat diperlukan. Sebab tanpa itu kita tidak akan pernah maju hanya dengan merencanakan dan awang-awang aja. Belum pernah ngalamin, udah mikir resiko, untung rugi, mikir inilah, itulah. Jalanin dulu! Dengan semboyan Learning by Doing yang terpatri di hati, sedikit demi sedikit kita akan tahu apa yang menjadi kebutuhan kita. Sebab tidak semua wirausahawan menggunakan metode yang akan sama persis dengan teori-teori bisnis di buku referensi.
Wirausahawan bukan seorang yang – tolong singkirkan ini segera dari anda – bermental pengemis! Kelihatannya kasar, tapi kenyataannya begitu. Harap-harap cemas, segera membutuhkan dana, padahal belum gajian. Akhirnya ngambil sebagian dulu gajinya, atau minta utangan teman. Buat yang punya bos galak: ngelés sama si bos, biar gajinya bisa cair duluan. Pokoknya hari di mana kekhawatiran bisa memuncak, adalah saat-saat menerima gaji. Dan kelegaan terbesar pada saat menerima gaji. Tetapi wirausahawan adalah seorang yang bermental tangguh. Berdiri membantu yang lain bangkit, berusahan bangkit ketika sedang terpuruk. Ya, prinsipnya bukan untuk mendapatkan uang sebagai kesenangan dan penentram hati. Uang atau modal harus ada agar usaha bisa tetap berjalan. Yang penting itu, bukan seberapa besar keuntungan yang kita dapat. Di sinilah kita dilatih tentang kesabaran. Keuntungan atau sisa setelah dipotong biaya lainnya adalah bonus yang diberikan berkat kegigihan kita.
Jiwa sosial juga otomatis akan tumbuh dengan sendirinya. Dengan mengetahui keadaan karyawannya – yang bisa saja rata-rata datang dari low middle class earnship – maka wirausahawan tidak boleh egois dengan pendapatannya. Banyak yang memegang prinsip ini: dengan memberi kepada sesama manusia, di situlah datangnya berkah. Bukan dengan keegoisan mendapatkan uang sebanyak-banyaknya dan disimpan untuk beli rumah mewah, atau mobil dan HP keren – notabene: sebagian besar dari kita memimpikan hal tersebut. Hanya malu-malu untuk mengungkapkan. – Wirausahawan harus menyisihkan sebagian pendapatannya untuk disedekahkan, bukan untuk diri sendiri. Dan bisa saja, karena kita yang memiliki usaha, kita tak perlu berurusam dengan bos yang “jauh” jarak pangkatnya. Bahkan kita bisa membuat suasana itu lebih kekeluargaan, tidak ada stratifikasi atau tingkatan jabatan yang kaku. Semua bisa jadi apa saja.
Dengan wirausahawan bersikap melihat segala sesuatu dari fungsinya, prinsip ekonomi lain berlaku: menggunakan biaya sesedikit mungkin untuk menghasilkan yang banyak. Wirausahawan melengkapi barang-barangnya, sesuai dengan yang dibutuhkan saja. Nggak perlu HP bagus cuma buat telpon dan SMS. Dan nggak perlu beli modem plus komputer canggih untuk membalas e-mail perusahaan lain, hanya SmartPhone dengan fasilitas internet yang cepat dan bisa dibeli dengan murah untuk saat ini. Nggak perlu beli pick-up ternama kalo udah ada pick-up kecil. Tapi tentu saja, masalah kualitas barang tidak bisa bermain di sini. Yang ada, pelanggan marah-marah karena barang murah kualitas juga murah.
Sekarang, seandainya (semoga, mari kita doakan bersama) diantara teman-teman ada yang sudah menjadi pengusaha sukses dan usahanya sudah bisa berjalan sendiri tanpa kehadirannya. Manajer-manajer di bawahlah yang menjalankannya bersama karyawan. Kita pun bisa mengamankan urusan finansial kita sendiri, mungkin anak besok ingin kuliah atau pinjam modal buat usaha. Waktu yang luang pun bisa kita dapatkan dengan banyak: Waktu ibadah yang semakin banyak bisa kita dapatkan, banyak waktu untuk membaca buku, lebih sering berkumpul dengan keluarga, anak lebih terurus dan terjaga dibandingkan hanya istri yang menjaga, bisa olahraga di pagi hari dengan tenang, dll. Meskipun dengan kegiatan keseharian itu berjalan, sesekali mengangkat telepon dari manajer di tempat usahanya tak apalah. Tak ada buru-buru berangkat kerja, tak ada bos galak dan suka mem-PHK, dan selanjutnya bisa memikirkan usaha apa lagi yang akan dilakukan! Itu semua tak perlu berada di rumah mewah dengan kendaraan mahal. Sebab, yang paling mahal adalah waktu.
Kita kehilangan banyak waktu ketika sudah bekerja. Gaji besar tapi banyak yang harus dibayar, anak jarang ketemu karena pulang malam, mau ibadah aja masih mikirin jam masuk kerja: “Ayo! Keburu telat lagi!”, kalo salah sedikit dimarahin bos. Kerja lembur, pulang tengah malam pintu rumah udah dikunci ama istri (ngantuk bro).

Impian Bisa Terwujud, Bisa Juga Berkembang ke Hal Lain
Fleksibilitas tinggi yang ada dalam seorang wirausahawan, menjadikannya bisa mewujudkan hal-hal yang diimpikannya. Misal dia ingiiiiin sekali bekerja di bidang fashion. Eh, berkat usahanya yang keras dan berkelanjutan malah dia usaha distro deh. Bercabang banyak pula! Kemudian, dia melihat peluang lain dari adanya distro selain masalah fashion. Selain menjual pakaian atau accessories untuk remaja, peluang untuk terjun ke jasa pendesainan baju pun dirambahnya. Tidak cukup itu saja, karena distro juga sering menjadi tempat distribusi CD-CD atau kaset band-band lokal, muncul pula perusahaan rekaman atas nama distronya. Seru kan?!
Tapi, kok banyak banget peluang usahanya? Kan ada yang bukan di bidang kita? Itu tadi di fashion malah merambat ke musik dan jasa desain?
Bisa! Kita tidak perlu tahu banyak untuk terjun ke bisnis apapun! Sebab jika kita terlalu tahu banyak, yang ada hanya takut untuk menjalankan karena resiko-resiko sudah diprediksi sebelumnya. Yang bagus ya tahu sedikit, nanti dikembangkan setelah menjalankannya. Inget learning by doing?
Bahkan jika kita tak tahu sama sekali, dengan cerdas kita bisa memanggil orang-orang yang pintar di bidangnya. Musik? Cari deh orang yang udah punya perusahaan rekaman, tanya-tanya dikit, atau menggaet lulusan di bidang permusikan untuk bekerja sama. Desain? Cari lulusan desain komunikasi visual aja. Pasang kertas HVS berisikan pengumuman lowongan kerjasama di dinding kampus. Kasih nomor telepon kita. Siapa tahu ada yang telepon?
Masalah nanti diapusi/dibo’ongin, gak apa. Justru dengan itulah kita menjadi tahu bentuk-bentuk penipuan secara langsung, bukan dikasih tahu sebelumnya.
Atau, pakai metode ATM! Iya ATM! Tapi bukan Automatic Teller Machine buat ambil duit. Yang ini bisa mendatangkan pendapatan! Menurut Pak Purdi Chandra, ATM adalah Amati, Tiru, dan Modifikasi. Bisa saja kita dapat ide dari usaha lain. Amati, bagaimana cara kerjanya. Tiru apa yang diproduksinya, cara kerjanya, dsb, tapi Modifikasi hal-hal tertentu agar mempunyai ke-khas-an sendiri. Misal, Pempek itu ya terkenalnya dari Palembang. Tapi ada yang kepikiran buat Pempek Jogja? Hehe...
Atau ini nih. Pecel Lele! Ada yang kepikiran mengangkat pecel lele ke kelas restoran di mall? Sudah ada! Pecel Lele Lela! Ya, untuk sementara baru ada di Jabodetabek. Lele itu disajikan dengan bermacam jenis saus yang disiramkan di atasnya. Desainnya menarik lho! Niru Starbucks Coffee, tapi tengahnya diganti gambar Lele! Di Jogja udah mulai ada, namanya Lele Saurus. Tapi belum memulai ekspansinya ke daerah lain, dan akhirnya keduluan Pecel Lele Lela.
Banyaaaaaaaaak hal yang ingin dibahas brata masalah kewirausahaan nih teman-teman! Sebab, wirausaha itu bukanlah teori di buku yang akan diaplikasikan. Brata simpulkan ya, apa saja sih yang dibutuhkan orang untuk berwirausaha?
Kesiapan, siap menang, siap kalah, siap malu, siap dagang! Keberanian, berani rugi, berani maju, berani berbeda, berani kreatif, berani berinovasi! Kesabaran, sabar mendapat untung atau rugi, sabar menghadapi pelanggan, sabar dicerca orang, sabar kok belum meningkat usahanya, sabar semua pasti ada jalannya! Ketabahan, jangan putus asa kalau bangkrut, jangan mewek-mewek kalo rugi banyak, jangan lari kalau ada tantangan, jangan menyesalkan kehilangan modal yang besar! Kerajinan, rajin berdo’a, rajin menyambangi karyawan, rajin memikirkan hal-hal baru! Ketangguhan, tangguh menghadapi cobaan, tangguh di segala kondisi psikologis! Jiwa Sosial, sedekah dong, nyantunin anak yatim piatu, nyumbang bangunan untuk ibadah, tanya karyawan mau berapa gajinya, kasih aja! Learning by Doing, belajarnya sambil usaha, belajarnya bukan sebelum usaha, belajarnya dari orang lain, belajarnya sambil dituntun orang yang udah sukses di usahanya! ATM, Waktu Luang, Otak Kanan, bikin inovasi, bikin angan-angan berisi, bikin kreatifitas tingkat tinggi, pikirin hal-hal yang mustahil menurut orang awam untuk dibuat usaha! Kegilaan untuk bertindak diluar kebiasaan masyarakat! Dan silahkan menambah lagi teori lainnya! Selamat berwirausaha!

Tidak ada komentar: